Sampai Saat Ini Obligasi Ritel Masih Menjadi Pilihan Investasi

 

Berkat minat atas obligasi ritel yang tinggi, pemerintah dikabarkan akan meningkatkan alokasi penerbitan SUrat Berharga Negara (SBN) ritel di tahun 2023 mendatang. Angka ini akan menjadi sebesar Rp130 triliun, di mana naik 30 persen dibandingkan target 2022 yang sebesar Rp100 triliun.

Deni Ridwan yang merupakan Direktur Surat Utang Negara (DJPPR) Kementrian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan bahwa penambahan dari alokasi ini dilakukan seiring dengan semakin tinggi minat dari masyarakat dalam melakukan investasi di SBN ritel. Menurut Deni Ridwan, di tahun 2021 dan 2022 terdapat banyak masyarakat yang tidak berhasil untuk melakukan invetasi SBN karena mereka kehabisan kuota.

SBN ritel sendiri cocok bagi para investor yang ingin berinvestasi aman, mendapatkan keuntungan, dan juga bermanfaat untuk orang banyak. Setiap tahunnya pemerintah akan menerbitkan SBN Ritel yang menjadi bagian di dalam sumber pembiayaan Anggaran Negara. Oleh karena itu di tahun 2022 pemerintah akan kembali menerbitkan SBN Ritel.

Pemerintah akan menerbitkan 6 seri SBN ritel, di mana seri terakhir dri SBN RItel di tahun ini ditawarkan kepada investor ritel selama 20 hari, yaitu dari tanggal 11 November – 30 November. Penerbitan itu terdiri dari SBN Ritel jenis konvensional yakni Surat Utang Negara (SUN) Ritel 3 seri yaitu Obligasi Negara Ritel (ORI) 2 seri, Savings Bond Ritel (SBR) 1 seri, serta SBN Ritel jenis syariah atau SBSN yaitu Sukuk Tabungan (ST) 1 seri dan Sukuk Negara Ritel (SR) 2 seri.

Harapannya tahun depan (2023) tetap sama, ada 6 seri SBN Ritel, dan ada harapan bertambah kuota penjualan agar semakin banyak warga negara menikmati investasi di instrumen yang aman, nyaman dan menguntungkan yakni SBN Ritel.

Dengan penambahan kuolta ini, maka diharapkan akan semakin besar kesempatan bagi para investor termasuk dengan investor ritel yang baru untuk melakukan investasi di SBN Ritel. Penambahan ini juga didukung dengan animo masyarakat yang membuat penerbitan SBN Ritel yang tadinya senilai Rp100 triliun, kini melewati target.